Senin, 04 November 2013
Euforia Nasionalisme
Nama : Rezha Wherman
NPM : 36412220
Mata Kuliah : Ilmu Sosial Dasar
Globalisasi telah menjadi pisau bermata dua yang dihadapi oleh mahasiswa saat ini. Bagaimana globalisasi mampu mengikis nilai-nilai budi luhur Indonesia dan menggantikannya dengan budaya-budaya instan. Kondisi ini telah mengubah cara pandang seorang mahasiswa terhadap kehidupan. Mahasiswa menjadi masa bodoh terhadap keadaan sosial dan cenderung individualis yang pada akhirnya akan menghilangkan kepedulian terhadap sesama yang akhirnya berdampak pada kurangnya rasa nasionalisme. Keadaan ini semakin memburuk dari waktu ke waktu dimana kesenjangan sosial terlihat sangat kentara dan bagian terburuk, yaitu ketidak pedulian mahasiswa yang kadang memperlebar jurang ini. Seharusnya globalisasi mampu mewadahi kemajuan bagi semua lapisan sosial namun pada kenyataannya globalisasi telah mempengaruhi semua sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Munculnya keraguan terhadap kemampuan bangsa ini untuk memecahkan persoalan-persoalan yang mendera saat ini adalah wujud dari krisis kepercayaan diri dan krisis self esteem. Hal ini kemudian terjadi secara massive dan berkelanjutan dalam diri mahasiswa Indonesia. Mahasiswa yang menjadi tonggak perjuangan dan tongkat estafet bagi nasib bangsa terancam oleh derasnya erosi nasionalisme dan patriotism. Sudah saatnya, semua lapisan bangsa ini berpikir serius menangani persoalan ini.
Nasionalisme yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menjadi perekat keharmonisan Sabang sampai Merauke. Bahkan nasionalisme ini ada di setiap individu yang mungkin ada di luar nusantara dan tetap ada di dalam hati mereka. Nasionalisme sangat dinamis karena pengaruh interaksi global terhadap kondisi dalam negeri akibat benturan budaya yang kerap memukul mundur budaya bangsa ini atau memaksa kolaborasi dan akhirnya menghilangkan budaya asli. Bangsa lain mengikat diri mereka dalam ikatan kesamaan ras dan agama dalam ikatan nasionalisme. Hal itu sungguh berbeda dengan Indonesia yang mengikat diri dalam ikatan kesamaan nasib dan sama sepenanggungan. Ikatan yang disadari tidak mengikat secara ketat namun menjadi ikatan emosional yang sewaktu-waktu akan berubah garang ketika dibangunkan. Nasionalisme selaiknya dipahami sebagai bagian dari diri bangsa ini sehingga seberapa kencang gelombang Korea dan Barat menerpa, bangsa ini tetap menjadi satu Indonesia.
Patriotism yang semakin lama semakin hilang dalam diri setiap mahasiswa memaksa bangsa ini untuk berpikir kembali apa yang salah di sini. Kurangnya nilai-nilai luhur Pancasila yang telah menjadi pedoman hidup bangsa menjadi bukti nyata mengapa semangat juang di diri mahasiswa tergerus perlahan-lahan dan digantikan dengan nilai-nilai luar yang berkebalikan. Individualisme dan ketidak pedulian terhadap sesama telah menjadi bagian dalam pandangan hidup bangsa ini. Jangankan untuk mengurus rakyat, mengurus diri sendiri saja belum becus. Itulah sekiranya apa yang dalam pikiran kebanyakan mahasiswa. Kepemimpinan hampir tidak dimiliki oleh mahasiswa, kekhawatiran akan nasib bangsa kedepannya seharusnya menjadi kekhawatiran bersama. Bukan hanya satu atau dua pihak saja.
Jika bangsa ini mengingat sedikit sejarah di belakang, maka bangsa ini akan mendapati semangat mahasiswa yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara independen dan mandiri. Sumpah Pemuda yang dipelopori oleh mahasiswa pada tahun 1928 telah membuktikan dimana posisi mahasiswa dan nilai tukar yang mereka miliki. Dunia terpukau. Setelah Indonesia merdeka, mahasiswa tetap pada posisinya sebagai agent of change. Bahkan 70 tahun setelah Sumpah Mahasiswa, tepatnya 1998, mahasiswa lagi-lagi mengambil peran penting menggulingkan pemerintah yang korup. Sehingga, Indonesia menjadi negara demokratis kedua di dunia.
• WAWASAN KEBANGSAAN
Wawasan kebangsaan mungkin hal yang sepele ketika sekilas dengar. Namun, banyak masyarakat tidak menyadari bahwa sebenarnya wawasan kebangsaan lebih dari itu. Wawasan kebangsaan merupakan cara pandang yang dimiliki oleh seseorang dalam memandang dirinya dalam bingkai ideologi bangsa baik itu dalam mengadaptasi nilai luhur kebangsaan maupun wujud eksistensi diri sebagai pertahanan dari pengaruh eksternal. Memang, diakui wawasan kebangsaan tidak begitu popular dan dikenal di kehidupan masyarakat terlebih karena sifatnya yang abstrak dan dinamis. Sehingga, seharusnya Bangsa Indonesia sepakat mengingatkan kembali makna wawasan kebangsaan ini yang telah ditanamkan dengan dalam ke diri mahasiswa bangsa khususnya demi persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia ini.
Sebagai mahasiswa Indonesia, banyak tantangan yang harus dihadapi secara individu untuk menjadi mahasiswa yang berkarakter. Pertama, arus materialism dan hedonisme yang mengerus semangat patriotism dalam diri. Derasnya globalisasi membawa paham-paham ini dalam diri semula anak-anak yang kemudian bertransformasi menjadi mahasiswa tanpa arah atau jati diri kebangsaan. Budaya instan, dan meniru menjadi lebih keren dibanding bertahan pada jati diri sendiri. Sehingga, mahasiswa menjadi tidak lagi memiliki semangat juang seperti yang dimiliki mahasiswa 90 tahun lalu. Jangankan semangat juang, semangat menjadi lebih baik saja masih harus bangsa ini pertanyakan. Kedua, kondisi perpolitikan yang seakan dikonstruksi untuk mengurangi peranan mahasiswa di dalamnnya sehingga mahasiswa Indonesia mencari jalan lain memperlihatkan aspirasinya bahkan dengan kekerasan. Bangsa ini tidak boleh melihat hal ini sebagai anarkisme, ada banyak hal yang menjadi alasan mengapa kekerasan kerap mewarnai aksi yang dilakukan. Sama seperti tahun 1998 dulu. Ketiga, dalam dunia ekonomi tantangan menjadi usahawan mandiri adalah hal yang sangat berat bagi individu terlebih bagi mahasiswa yang masih berusaha dari awal. Tantangan ini terlalu sistemik untuk diubah. Bahkan system ekonomi dunia ini seakan menutup langkah mahasiswa untuk berusaha mandiri dalam hal ekonomi. Hal ini bisa dilihat dalam perkembangan ekonomi mikro Indonesia yang sedang diambang kepunahan.
• CHARACTER BUILDING
Menurut Dr. Moerdiyanto, M. Pd, setidaknya ada 5 prinsip yang harus dimiliki oleh pribadi yang berwawasan kebangsaan dan berjiwa patriotik. Pertama, prinsip keteladanan yang selalu mengutamakan keteladanan dan kejujuran serta rasa kemanusiaaan yang tinggi. Prinsip ini merujuk pada nilai moral “suri tauladan (tepa selira) yang mengacu pada larangan untuk tidak sewenang-wenang pada orang lain” sehingga jiwa patriotisme untuk mengabdi pada kepentingan masyarakat menjadi poin penting dalam prinsip keteladanan ini.
Kedua, prinsip keyakinan yang merupakan wujud dari idealisme dan cita-cita membangun masyarakat makmur dan berkeadilan. Menciptakan pribadi yang bertanggung jawab atas tugas sosial adalah sasaran utama prinsip ini. Sehingga, mahasiswa dalam memandang dirinya akan memposisikan dirinya pada pemegang tanggung jawab dalam tugas sosial ini. Lebih lanjut, mahasiswa yang bertanggung jawab tentu akan membawa perubahan positif dalam bangsa ini.
Ketiga, prinsip keseimbangan. Prinsip ini menekankan bahwa penting sekali adanya keselarasan dan keseimbangan dalam jiwa seorang mahasiswa. Keseimbangan itu mengacu pada keserasian kemampuan berpikir, sehat lahir batin, dan sikap mental (moral dan budi luhur). Dengan kata lain, seorang mahasiswa harus mampu menyeimbangkan antara rasa, cipta, dan karsa yang dimilikinya. Disamping itu, seorang mahasiswa juga harus memiliki keseimbangan antara individualitas dan integritas, yaitu menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan mampu bekerja sama dalam kehidupan sosial.
Keempat, prinsip kedaulatan rakyat dimana ada sikap atau paling tidak kesadaran moral untuk memperjuangkan nasib rakyat sebagai agent of social. Dalam prinsip ini juga ditekankan poin demokratisasi dalam politik yang memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk ada dan berpartisipasi aktif. Namun perlu diingat bahwa partisipasi politik yang diinginkan merupakan bentuk partisipasi yang memperjuangkan hak-hak rakyat dan menjadi pelayan rakyat tanpa pamrih.
kelima, prinsip keadilan sosial yang berarti bahwa perjuangan yang dilakukan semata-mata bertujuan untuk kehidupan sosial yang tentram dan tanpa penindasan dari atas terkhusus dalam bidang ekonomi dan politik. Hampir sama dengan prinsip keempat, prinsip ini tetap bertujuan satu yaitu kesejahteraan sosial yang saat ini sangat kurang kualitasnya. Perjuangan terhadap kemapanan sosial ini ditentukan oleh semangat patriotisme seorang mahasiswa yang bertanggung jawab. Sehingga, mahasiswa berwawasan kebangsaan yang mapan akan mampu mengarahkan bangsa Indonesia ke arah yang benar.
Setelah memahami semua prinsip yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa maka langkah selanjutnya adalah membangun moral dan budi pekerti dimulai dari diri sendiri. Usaha ini harus dimulai sekarang juga bukan hanya oleh mahasiswa melainkan semua lapisan masyarakat baik pemerintah maupun sipil. Disamping itu, mengingatkan kembali perjuangan bangsa untuk merdeka serta menanamkan rasa cinta tanah air harus menjadi strategi awal pembangunan karakter bernegara. Langkah-langkah ini harus memiliki semacam cetak biru agar kedepannya, bangsa ini tidak tersesat atau kehilangan jati diri lagi.
Tantangan yang dihadapi khususnya oleh mahasiswa saat ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari apa yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Bagaimana kebijakan politik sangat berpengaruh pada kondisi kekinian internal bangsa bangsa ini dimana kondisi itu berpengaruh terhadap perilaku mahasiswa saat ini. Belum lagi faktor eksternal yang begitu kuatnya mencengkeram hampir semua sendi kehidupan bangsa bangsa ini. Saling keterkaitan ini seharusnya menjadi dasar bagi bangsa ini semua untuk sama-sama berjuang mengembalikan nilai-nilai luhur yang telah hilang entah kemana dan menanamkan dengan kuat dalam individu setiap orang. Bukan lagi mencari celah siapa yang bertanggung jawab walaupun sebenarnya kondisi ini adalah rekonstruksi beberapa pihak.
Nilai-nilai kebangsaan yang telah mengikat sepanjang perjalanan bangsa bangsa ini telah longgar dan sampai saat ini ikatan itu belum diketatkan kembali. Bagaimana jika ikatan itu lepas dan pada akhirnya menjadi kenangan masa lalu saja? Belum lagi bangsa ini melihat bagaimana 4 pilar penopang NKRI telah berada pada ambang batas yaitu ekonomi, politik, budaya, dan TNI. Tiga diantaranya sudah hancur lebur dan satunya telah bengkok. Apa yang akan terjadi pada bangsa ini nantinya di tangan mahasiswa yang tidak memiliki eksistensi kebangsaan? Memang, internal kemahasiswaan seharusnya menjadi tonggak perubahan keadaan ini, namun hal itu akan sangat sulit terwujud jika kaum tua tetap mempertahankan zona nyamannya dan mengendalikan situasi ini tetap pada orbitnya.
Masalah krisis karakter dalam diri mahasiswa adalah tanggung jawab bersama semua pihak. Mahasiswa harus paham dimana posisinya dan peranannya kedepan. Generasi tua harus mendukung dan menyokong dengan kuat apa yang dilakukan oleh si muda. Bukankah saling bergotong royong ada dalam nilai luhur kebangsaan? Inilah saatnya dua generasi bersatu seperti momen 1945 kemarin saat Bung Karno atas desakan mahasiswa mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Bukan hal yang tidak mungkin dua generasi bangsa ini menjadi pelaku sejarah sekali lagi untuk menyelamatkan bangsa dari jurang kehancuran. Mahasiswa sebagai salah satu generasi penerus harus mampu berpegang teguh pada kearifan lokal Bangsa Indonesia sendiri demi persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar